Table of Contents
ToggleMengapa Kebaya Labuh dan Kerancang yang Diakui UNESCO?
UNESCO – Kebaya resmi diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia oleh UNESCO pada 4 Desember 2024. Pendaftaran ini dilakukan melalui nominasi bersama oleh Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand. Namun, dari berbagai jenis kebaya yang dimiliki Indonesia, hanya Kebaya Labuh dari Kepulauan Riau dan Kebaya Kerancang dari Jakarta yang tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia.
Pilihan Kebaya Labuh dan Kerancang
Menurut Miranti Serad Ginanjar, Pemimpin Editorial buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan, keterbatasan waktu menjadi alasan utama mengapa hanya dua jenis kebaya tersebut yang diajukan. Kebaya Labuh dan Kebaya Kerancang sudah terlebih dahulu terdaftar sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional, syarat penting untuk melangkah ke pengakuan UNESCO.
“Sayangnya, jenis kebaya lainnya seperti Kebaya Kartini dan Kutubaru bahkan belum didaftarkan ke WBTB Nasional,” jelas Miranti dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (9/12/2024). Pendaftaran ini pun dilakukan melalui joint nomination, karena empat negara lain sudah siap lebih dulu.
Tantangan dalam Pendaftaran Single Nomination
Ketua Tim Nasional Kebaya Indonesia, Lana T Koentjoro, menjelaskan bahwa banyak masyarakat berharap kebaya diakui melalui single nomination, yang fokus hanya pada Indonesia. Namun, keterbatasan waktu dan persiapan membuat langkah ini sulit dilakukan. Terlebih, ada 10 hingga 11 negara lain yang mengantre untuk mendaftarkan kebaya melalui nominasi bersama.
“Kesempatan ini tidak boleh dilewatkan karena joint nomination membuka jalan bagi kebaya untuk diakui dunia lebih cepat,” ujar Lana.
Harapan untuk Generasi Muda dan Masa Depan Kebaya
Pengakuan UNESCO diharapkan dapat mendorong minat generasi muda untuk memakai kebaya dalam berbagai kegiatan. Tradisi berkebaya di Bali menjadi salah satu contoh nyata bagaimana kebaya masih melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, Lana dan Miranti berharap pemerintah dapat memfasilitasi dokumentasi kebaya jenis lain untuk segera didaftarkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional. Dengan langkah ini, lebih banyak jenis kebaya khas Indonesia dapat diakui di tingkat internasional.
“Semoga ini menjadi pintu pembuka bagi kebaya lain untuk mengikuti jejak Kebaya Labuh dan Kerancang,” tutup Miranti.
Selain menjadi pintu gerbang untuk pengakuan internasional, pengakuan Kebaya Labuh dan Kebaya Kerancang oleh UNESCO dapat menjadi momentum untuk memperkenalkan kebaya sebagai identitas budaya yang kaya akan nilai dan sejarah. Pengakuan ini diharapkan memacu berbagai komunitas kebaya di Indonesia untuk lebih aktif dalam mendokumentasikan dan mengusulkan kebaya lainnya agar tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional.
Menurut Miranti, upaya mendokumentasikan kebaya harus melibatkan kolaborasi antara komunitas, akademisi, dan pemerintah. Proses ini tidak hanya memerlukan penelitian mendalam tentang sejarah dan keunikan setiap jenis kebaya, tetapi juga pelibatan masyarakat lokal yang masih melestarikan tradisi berkebaya. “Dokumentasi ini penting agar generasi muda memahami keberagaman kebaya di Indonesia dan bagaimana setiap jenis memiliki makna budaya yang mendalam,” ujarnya.
Selain itu, pengakuan kebaya juga membuka peluang besar bagi sektor ekonomi kreatif. Desainer lokal dapat terinspirasi untuk menciptakan inovasi kebaya modern yang tetap menghormati akar tradisionalnya. Hal ini tidak hanya memperkuat eksistensi kebaya, tetapi juga meningkatkan nilai tambah bagi produk-produk kebaya yang dapat bersaing di pasar global.
Lana menegaskan pentingnya menjaga semangat berkebaya tidak hanya sebagai pakaian tradisional, tetapi juga sebagai simbol kebanggaan budaya. “Pengakuan UNESCO adalah langkah awal. Tantangan kita adalah bagaimana menjadikannya bagian integral dari kehidupan sehari-hari generasi muda di seluruh Indonesia,” kata Lana.