“Rincian tinjauan belum diputuskan, tetapi kami sedang mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kemungkinan dampaknya terhadap pariwisata yang masuk,” ujar Iwaya pada Jumat, 17 Oktober 2025, dikutip dari Japan Today, Senin, 20 Oktober 2025. “Kami akan meninjau biaya yang ditetapkan di negara lain. Saya yakin biaya di Jepang saat ini cukup rendah.”
Meski begitu, Iwaya meyakini kebijakan itu tidak berkaitan dengan pengendalian overtourism yang terjadi di berbagai destinasi di Jepang, meski pemerintah masih memperhitungkan dampak dari peninjauan itu.
“Saya pribadi tidak berpikir potensi kenaikan tersebut akan berdampak langsung pada overtourism,” kata Iwaya.
Pada tahun ini, kunjungan turis asing ke Jepang dari Januari hingga September 2025 naik 17,7 persen dari tahun sebelumnya, menjadi sekitar 31,65 juta. Hal itu menandai laju tercepat yang pernah tercatat untuk melampaui 30 juta dalam setahun, menurut laporan pemerintah pada pekan lalu.
Pembahasan mengenai kebijakan baru di Jepang menunjukkan semakin kompleksnya dinamika pariwisata global. Beberapa faktor, termasuk inflasi dan perubahan perilaku wisatawan, turut mempengaruhi keputusan pemerintah. Ini mencerminkan kebutuhan untuk terus beradaptasi dengan situasi yang berkembang. Pemerintah Jepang berupaya menjaga keseimbangan antara menarik lebih banyak wisatawan dan melindungi lingkungan serta budaya lokal.
Dengan pertumbuhan yang signifikan dalam jumlah kunjungan turis, tantangan besar juga muncul. Overtourism menjadi isu serius yang dihadapi oleh banyak negara maju, termasuk Jepang. Hal ini mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kembali strategi pariwisata mereka dalam upaya melindungi keberlanjutan destinasi wisata.
Iwaya, sebagai pejabat pemerintah, menegaskan pentingnya melihat keterkaitan kebijakan baru ini dengan kontek pariwisata yang lebih luas. Ia menyebutkan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai pendekatan dalam mengelola kenaikan wisatawan ini. Mungkin perlu adanya regulasi yang lebih ketat untuk mendukung pengelolaan pengunjung.
Strategi Pemerintah Dalam Mengelola Pariwisata di Jepang
Pemerintah Jepang kini tengah merumuskan strategi yang komprehensif untuk menghadapi pertumbuhan angka wisatawan. Peninjauan terhadap tarif dan biaya masuk adalah salah satu langkah yang diambil untuk menentukan jalur yang tepat. Dalam hal ini, penting untuk menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan dan ekspektasi wisatawan saat ini.
Faktor biaya sering kali menjadi pertimbangan utama bagi pengunjung. Dengan mempertimbangkan tarif di negara lain, Jepang bisa lebih mudah menetapkan kebijakan yang kompetitif. Hal ini diharapkan dapat menarik lebih banyak wisatawan sekaligus mempertahankan daya tarik Jepang sebagai destinasi wisata.
Setiap langkah yang diambil tentunya harus memperhatikan keberlanjutan. Dua sisi dari pariwisata—ekonomi dan ekologi—perlu diseimbangkan agar tidak terjadi kerugian di masa depan. Melalui pendekatan yang berkelanjutan, pariwisata dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi pengunjung, tetapi juga bagi masyarakat lokal.
Dampak Positif dan Negatif dari Kenaikan Jumlah Wisatawan
Dengan meningkatnya jumlah wisatawan, ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh. Di antaranya, peningkatan pendapatan bagi sektor pariwisata, termasuk hotel, restoran, dan berbagai usaha lokal lainnya. Hal ini tentunya akan meningkatkan perekonomian lokal dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Sebaliknya, kenaikan jumlah pengunjung juga memunculkan masalah. Overtourism bisa menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan budaya setempat. Ketidaknyamanan bagi warga lokal sering kali terjadi ketika jumlah wisatawan melampaui kapasitas yang ada.
Maka dari itu, sangat penting untuk mengembangkan strategi pengelolaan yang efektif. Hal ini mencakup pembatasan jumlah pengunjung di area tertentu dan penggunaan teknologi untuk memantau perilaku wisata. Dengan cara ini, dampak negatif bisa diminimalkan.
Membentuk Kesadaran dan Produktivitas di Kalangan Wisatawan
Penting untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan wisatawan mengenai tanggung jawab mereka selama berada di Jepang. Edukasi tentang perilaku ramah lingkungan dan menghormati budaya lokal menjadi sangat penting. Kesadaran ini bisa membantu menciptakan pengalaman yang lebih berkesan bagi semua pihak yang terlibat.
Pemerintah dapat mengambil langkah proaktif dalam menyebarkan informasi ini. Workshop, kampanye sosial media, dan materi cetak yang menjelaskan perilaku yang diharapkan dari wisatawan dapat menjadi solusi. Hal ini akan memperkuat hubungan antara wisatawan dan masyarakat lokal.
Lebih dari sekadar larangan, membangun dialog antara wisatawan dan masyarakat dapat menghasilkan hasil yang positif. Dengan kesadaran dan kerjasama, baik wisatawan maupun warga lokal bisa menikmati interaksi yang saling menguntungkan dan memperkuat citra Jepang sebagai destinasi wisata yang ramah dan berkelanjutan.
